Bagi masyarakat
Jawa tradisional tentunya sudah tidak asing dengan kue apem yang berbahan dasar
tepung beras. Pembuatannya pun cukup sederhana, tepung beras didiamkan semalam
dengan mencampurkan telur, santan, gula dan tape serta sedikit garam, kemudian dikukus
atau dipanggang dalam wadah khusus berbentuk bulat. Kue ini mirip seperti
serabi, namun lebih tebal dengan hiasan potongan kecil daun pandan diatasnya.
Bahkan hingga
kini, di beberapa daerah pedesaan yang masih menganut Islam cultural, kue apem cukup
mudah dijumpai. Khususnya dalam beberapa acara ritual keagamaan. Keberadaan kue
apem ini tak bisa dilepaskan dari pengaruh sejarah Islam yang masuk ke
Indonesia.
Berdasarkan
legenda yang dipercaya, kue apem ini dahulunya dikenalkan oleh Ki Ageng Gribig
sebagai keturunan Prabu Brawijaya. Saat itu Beliau baru saja kembali dari tanah
suci, dan hanya membawa sedikit sekali oleh-oleh makanan. Dikarenakan makanan
yang dibawa terlalu sedikit, maka kue tersebut dibuat ulang oleh istrinya dan
dibagi-bagikan kepada penduduk sekitar.
Makanan ini
kemudian dikenal oleh masyarakat sebagai kue apem, yang disadur dari kata bahasa
arab “affan” yang bermakna ampunan. Tujuannya adalah agar masyarakat selalu
memohon ampunan kepada yang maha kuasa. Lambat laun, kebiasaan membagi-bagikan
kue apem ini berlanjut pada ritual-ritual agama Islam maupun menjelang selamat
menyambut bulan suci ramadhan.
No comments:
Post a Comment