PURA LUHUR GIRI ARJUNA

Batu dan Malang merupakan salah satu daerah di propinsi Jawa Timur yang dikelilingi oleh pegunungan. Bahkan pada era kolonial, Pemerintah Belanda memberikan julukan khusus bagi kota Batu, yakni De Klien Switzerland (Swiss Kecil). Sektor pertanian dan perdagangan merupakan mata pencaharian  utama masyarakat. Bahkan di beberapa Desa seperti Junggo, Pujon, Poncokusumo merupakan sentral – sentral holtikultura seperti kubis, kentang, wortel dan apel. Kesuburan tanah di beberapa daerah di Batu dan Malang tak perlu diragukan lagi. Bahkan hasil – hasil pertaniannya mampu menembus ekspor pasar ekspor.



Khusus wilayah Malang bagian selatan, selain berada di lereng pegunungan,ujung  daerah selatan juga langsung berhadapan dengan Samudera Hindia. Bahkan daerah Pantai Sendang Biru terdapat pasar pelelangan ikan, yang mana Ikan Tuna merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia. Kabupaten Malang memiliki beberapa Pulau  - Pulau kecil yang berada di ujung selatan Malang, yaitu; Pulau Ismoyo, Pulau Wisanggeni, Pulau Hanoman yang berada di Pantai Balekambang, dan sampai saat ini berdiri Pura Amerta Jati yang tidak berbeda jauh dengan Pura Tanah Lot di Tabanan Bali.

 Photo : Anom Harya

Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk kota Malang telah hidup berkelayakan, yang tentunya dapat lebih mempertebal Srada dan Bakti (keimanan dan ketaqwaan) terhadap Ida Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan yang maha esa).

Candi – candi yang berada di wilayah Malang raya merupakan salah satu bukti bahwa Malang pernah memiliki sejarah besar . Seperti Candi Supo di kota Batu, Candi Singosari di Singosari, Candi Jago dan Candi Kidal di Kecamatan Tumpang, serta Candi Badut di kota Malang. Hal ini merefleksikan bahwa agama Hindu dan Budha pernah berjaya di bumi Jawa, khususnya di kota Malang yang mana penduduknya pada saat itu hidup berkelayakan (sejahtera) sehingga dapat Beryadnya kepada Tuhan yang maha esa. Konon para sesepuh mengatakan bahwa rajanya dianggap reinkarnasi  (Awatara/Titisan) Dewa Wisnu.



Bahkan tokoh nasional pahlawan Indonesia,  Prof.  Mohammad Yamin, S.H yang juga dihormati sebagai seorang  sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum mengatakan bahwa pemersatu bumi Nusantara; Gajah Mada lahir di sebuah lembah di dekat sumber mata air Brantas. Di kaki Gunung Kawi dan Gunung Arjuno. Naskah Usana Jawa yang digubah di Bali menyebut bahwa tokoh sejarah kuno ini lahir di Bali. Menurut naskah ini Gajah Mada lahir dengan cara “memancar” dari buah kelapa sebagai penjelmaan Sang Hyang Narayana. Jadi lahir tanpa ayah dan ibu. Lahir karena kehendak dewa-dewa (Yamin 1977: 13 dalam Munandar 2010:1). Perlu diketahui, bahwa hulu dari sungai terpanjang di Pulau Jawa berada di kaki gunung Arjuna sebelah barat. Dan kemudian di lereng Gunung Arjuna Sebelah barat inilah didirikan Pura Luhur Giri Arjuna.



Pemrakarsa Pendirian Pura
Pemrakarsa berdirinya Pura Luhur Giri Arjuna ini semula dilontarkan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur melalui Bakortanasda (Badan Koordinasi Stabilitas Nasional Daerah) Jawa Timur yang kemudian ditindak lanjuti oleh
  • Pinandita Achmad
  • Mayor Inf. Nyoman Rika (Bintaldam V / Brawijaya)
  • Pindandita Wayan Maruta, SH
  • Bapak Mukani
  • Bapak Kasio
  • Bapak Nyemin
  • Bapak Bai
  • Bapak Basuki
  • Bapak Ponimin
  • Bapak Subiarno
  • dan sesepuh umat Hindhu lainnya.




RENCANA MENDIRIKAN PURA
Meskipun sebelumnya di Dusun Junggo Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji kota Batu yang dulunya masih ikut Kabupaten Malang sudah ada Pura Indra Jaya, akan tetapi kondisinya sangat sederhana dan lokasinya cukup berdekatan dengan daerah perkampungan. Berbeda dengan Pura Luhur Giri Arjuna yang telah dilengkapi IMB dan legalitas lainnya. Dokumen – dokumen ini sangat diperlukan karena di Pulau Jawa pada umumnya untuk pembangunan Pura harus dilengkapi dengan IMB. Hal ini pula yang menjadi motivasi umat Hindu untuk memiliki sebuah Pura lagi.
Seperti yang pernah dituturkan oleh para sesepuh umat Hindu di Dusun Junggo, bahwasannya pada tahun 1947 Dusun Junggo merupakan tanah perkebunan yang disewa Belanda untuk untuk ditanami pohon kina. Kemudian pada tahun 1952 tanah ini kembali diduduki  oleh masyarakat Dusun Junggo agar Belanda tidak lagi berkuasa di kota Batu, sehingga pada tahun 1984 masuklah PT Asparagus Nusantara untuk mengelola tanaman asparagus dengan perjanjian….…………………………………………………
Seiring berjalannya waktu, PT Asparagus Nusantara tidak menepati perjanjian dan melukai hati masyarakat.  Oleh sebab itu para petani Dusun Junggo berjuang untuk mengambil alih kembali lahannya yang dikuasai oleh PT Asparagus Nusantara, sehingga permasalahan tersebut sampailah ke tingkat pusat. Pada saat itu Bapak Rudini yang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) memberikan petunjuk kepada BAKORTANASDA Jawa Timur untuk menyelesaikan permasalahan lahan Gabes II agar masing – masing tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama untuk mendirikan tempat pemukiman yang dilengkapi dengan sarana umum dan tempat – tempat ibadah.
Dari apa yang disarankan oleh pihak BAKORTANASDA Jawa Timur tidak terwujud dan tidak terlaksana, terkecuali umat Hindu yang melaksanakan saran dan petunjuk Pemerintah sehingga berdirilah Pura Luhur Giri Arjuna. Untuk kemudian merealisasikan saran saran para sesepuh dan tokoh umat Hindu, maka PHDI kota Batu membentuk Yayasan dengan nama Yayasan Giri Arjuna dengan nomor 06 tanggal 22 mei 2006 yang ketuanya dipercayakan kepada Bapak I Ketut Gunawan.


I Ketut Gunawan

Beliau dipilih karena Beliau merupakan cikal bakal untuk menindak lanjuti dari pemrakarsa sesepuh dan tokoh umat Hindu dalam memperjuangkan ke Pemerintah Daerah kota Batu sampai ke tingkat pusat agar Pura Luhur Giri Arjuna mendapatkan legalitas dan ijin yayasan dari Departemen hukum dan HAM. Dengan dipilihnya ketua yayasan, dibentuk pula panitia pembangunan Pura yang dilaksanakan di Sanggar Pemujaan Dusun Junggo dan terpilih Bapak Basuki sebagai ketua pembangunan Pura.



Melalui semangat gotong royong yang tinggi, baik secara fisik maupun materi pembangunan Pura setahap demi setahap terus dijalankan sehingga berdirilah bangunan suci. Akan tetapi pada saat itu belum didapatkan nama Pura. Melalui inspirasi para sesepuh umat Hindu Dusun Junggo yang dikoordinasikan lewat Singgih Pandita Putra Nirmala karena nama Arjuno yang konon menurut sesepuh masyarakat Jawa mengatakan berasal dari kata Ar yang artinya Air, Jun artinya Tempat, dan No yang berarti Wujud. Apabila diterjemahkan secara utuh adalah wujud atau tempat mata air yang akan mendatangkan sumber kehidupan bagi masyarakat Tegal Asri dan sekitarnya. Dan bangunan suci ini diberi nama Pura Luhur Giri Arjuno  dengan nama Yayasan Giri Arjuno.

Peletakan Batu Pertama
Setelah tanah di Gabes ditetapkan menjadi lokasi Pura dengan luas 6.500M2, pada tanggal 20 mei 1998 hari Kamis Kliwon Wuku Warigadean tahun Saka 1921 diadakan upacara Ngeruak (penyesuaian tanah lokasi Pura) dan peletakkan batu pertama yang dilaksanakan oleh Pinandita Nyoman Rika dan Mangku Achmad.
Pembangunan Pura Luhur Giri Arjuno dilaksanakan secara bertahap. Dimulai dari tahun 1998 sampai sekarang. Pada awalnya Pura ini dibangun atas swadaya umat Hindu Dusun Junggo. Perkembangan pembangunan selanjutnya dibantu oleh umat Hindu se-Malang Raya. Serta umat Hindu yang sedang melaksanakan Tirta Yatra.

Pembangunan Tahap Pertama Berupa
1.        Padmasana
2.    Panglurah
3.                   3.   Bale Piasan yang sudah direnovasi
4.    Penyengker dengan pagar bambu


Seiring dengan perkembangan waktu dan banyaknya umat Hindu yang sedang melaksanakan Tirta Yatra dari luar kota Malang, seperti; Dumai (Sumatera), Jakarta, Bali, Surabaya, dan wilayah Jawa Timur lainnya. Ada pula umat Hindu dari Surabaya atas nama Bapak Nyoman Hantara Nadi dan Bapak Ketut Oka Bawa yang telah menyumbangkan tenaga, pikiran punianya yang tak terhitung nilainya sehingga pelaksanaan pembangunan tahap kedua dapat terlaksana dan terwujud, diantaranya :
1.      Penyengker
2.      Kori Agung
3.      Bale Piasan
4.      Bale Pawedan
5.      Bale Gong
6.      Dapur Suci
7.      Kamar mandi
8.      Pipa air minum sepanjang 2 km

Adanya perkembangan pembangunan Pura umat Hindu kota Batu memerlukan legalitas Pura, sehingga Bapak I Ketut Gunawan bersama tokoh umat Hindu kota Batu menghadap Bapak Walikota Batu yang saat itu dijabat oleh Alm. Bapak Imam Kabul dalam rangka menyampaikan  Pemelaspasan Pura Luhur Giri Arjuno sekaligus mengundang MUSPIDA terkait.
Sebelum pelaksanaan Pemelaspasan, Alm. Bapak Imam Kabul meninjau lokasi Pura. Beliau juga menyarankan kepada pemilik tanah agar jalan dilebarkan dan diaspal oleh dinas pekerjaan umum kota Batu. Harapan Beliau, sebelum upacara Pemelaspasan, jalan menuju Pura sudah selesai dikerjakan.
Tahap demi tahap pembangunan Pura telah terlewati, akan tetapi sampai saat ini Pura terus berbenah. Untuk tahap ketiga pembangunan Pura terlaksana Candi Bentar dan Penyengkernya. Untuk Pepelik, Rambut Sedana dan Bale Kulkul belum selesai. Dalam perencanaan pembangunan Pura berikutnya adalah :
1.      Dapur umum
2.      Pasraman Pemangku
3.      Taman Sari
4.      Penyengker keliling

Kesulitan awal dalam pelaksanaan pembangunan Pura diantaranya adalah jalanan yang cukup licin dan sulitnya air karena di sekitar lokasi Pura tidak ada sumber air sehingga panitia pelaksana membuat penampungan air hujan. Untuk menghemat anggaran, pembangunan ini dilaksanakan dengan cara gotong royong / kerja bakti yang tidak hanya melibatkan umat Hindu saja, melainkan juga ada umat Muslim, Kristen dan Budha. Bahkan para pelajar, mahasiswa, TNI/Polri dan juga masyarakat sekitar.  Bahkan batako pun dibuat secara mandiri dengan memaksimalkan bahan bahan dasar yang ada disekitar lokasi Pura.
Melalui musyawarah bersama, kemudian disepakati bahwa hari Pemelaspasan Pura Giri Luhur Arjuno yang dilaksanakan pada Sasih (tahun) Saka (Purnama Sada), sehingga Piodalan ditetapkan pada Purnama Sada. Upaya Pemelaspasan dipuput oleh Singgih Pandita Putra Nirmala dan Beliaulah yang memberikan nama Pura Luhur Giri Arjuno.

PENUTUP
Pura Luhur Giri Arjuno menjadi sumber inspirasi bangkitnya umat Hindu di tanah Jawa, khususnya di Jawa Timur. Hal ini terbukti dengan banyaknya berdiri Pura tempat persembahyangan umat Hindu. Proses merintis terwujudnya Pura Luhur Giri Arujuno merupakan sebuah perjuangan yang panjang dengan cara bertahap, bertingkat dan berlanjut melalui swadaya umat Hindu sesuai dengan kemampuannya masing – masing.
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada segenap pihak yang terlibat dalam Pembangunan Pura Luhur Giri Arjuno seperti para sesepuh umat Hindu Dusun Junggo, Pemerintah Propinsi Bali, Pemerintah kota Batu, para cendekiawan Hindu, para pengusaha, militer, mahasiswa, pelajar dan masyarakat umat Hindu yang berada di kota Batu. Dalam jangka panjang, Pura Luhur Giri Arjuno masih memerlukan penataan sehingga impian masyarakat menjadi sebuah Pura yang ideal untuk meningkatkan Srada dan Bhakti (keimanan & ketaqwaan) kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan yang maha esa).

Bagi anda umat Hindhu yang ingin mengunjungi Pura Luhur Giri Arjuna, sebaiknya menghubungi pengurus Pura  terlebih dahulu. Atau dapat menghubungi melalui tlp / wa : 081282573685

Batu, 18 juni 2008
YAYASAN GIRI ARJUNO
Ketua



I Ketut Gunawan


1 comment:

Unknown said...

Aum swastyastu....ampura ttyg jagi metakenan....apakah d Pura Luhur Giri Arjuni ada kelebutan atau mata air. Mohon informasinya. Terima kasih